Pembuangan sampah yang tidak di urus dengan baik, dapat membuat masalah besar. Karena penumpukan sampah atau membuangnya asal-asalan ke kawasan terbuka akan membuat pencemaran tanah yang terhitung dapat berdampak ke saluran air tanah. Demikian terhitung pembakaran sampah dapat membuat pencemaran udara, pembuangan sampah ke sungai dapat membuat pencemaran air, tersumbatnya saluran air dan banjir (Sicular 1989).
Selain itu, Eksploitasi lingkungan adalah jadi isu yang mengenai dengan pengurusan khususnya lebih kurang kota Oleh gara-gara itu, banyak negara besar melakukan incineration atau pembakaran, yang jadi alternatif di dalam pembuangan sampah. Sementara itu, permasalahan yang di hadapi untuk proses ini adalah cost pembakaran lebih mahal di bandingkan dengan proses pembuangan akhir (sanitary landfill). Apabila sampah ini di gunakan untuk pertanian di dalam kuantitas yang besar, maka dapat menimbulkan masalah karena mengandung logam berat (Ross 1994). Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau di buang berasal dari sumber hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Sampah berasal berasal dari rumah tangga, pertanian, perkantoran, perusahaan, rumah sakit, pasar, dan sebagainya. Secara garis besar, sampah di bedakan menjadi: 1). Sampah organik/basah, Contoh : Sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa buah dan lain-lain yang dapat mengalami pembusukan secara alami.2) Sampah anorganik/kering, Contoh : logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dan lain-lain yang tidak bisa mengalami pembusukan secara alami. 3). Sampah berbahaya, Contoh : Baterai, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dan lain-lain. Permasalahan sampah di Indonesia pada lain makin lama banyaknya limbah sampah yang di hasilkan masyarakat, kurangnya daerah sebagai pembuangan sampah, sampah sebagai tempat berkembang dan sarang berasal dari serangga dan tikus, jadi sumber polusi dan pencemaran tanah, air, dan udara, jadi sumber dan daerah hidup kuman-kuman yang membahayakan kesehatan.
Alternatif Pengelolaan Sampah
Untuk menangani masalah sampah secara menyeluruh kudu di lakukan alternatif-alternatif pengelolaan. Landfill bukan merupakan alternatif yang sesuai, karena landfill tidak berkelanjutan dan menimbulkan kasus lingkungan. Malahan alternatifalternatif selanjutnya kudu bisa menangani seluruh masalah pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang seluruh limbah yang di buang lagi ke ekonomi penduduk atau ke alam, agar bisa kurangi tekanan terhadap sumberdaya alam. Untuk mencapai hal tersebut, ada tiga analisis di dalam pengelolaan sampah yang kudu di ganti dengan tiga prinsip– prinsip baru. Daripada mengasumsikan bahwa penduduk dapat membuahkan kuantitas sampah yang konsisten meningkat, minimalisasi sampah kudu di jadikan prioritas utama. Sampah yang di buang kudu di pilah, agar tiap bagian bisa di komposkan atau di daur-ulang secara optimal, daripada di buang ke proses pembuangan limbah yang tercampur layaknya yang ada saat ini. Dan industri-industri kudu mendesain lagi produk-produk mereka untuk memudahkan proses daur-ulang produk tersebut. Prinsip ini berlaku untuk seluruh style dan alur sampah. Pembuangan sampah yang tercampur menyebabkan kerusakan dan kurangi nilai berasal dari material yang kemungkinan tetap bisa di manfaatkan lagi. Bahan-bahan organik bisa mengkontaminasi/ mencemari bahan-bahan yang kemungkinan tetap bisa di daur-ulang dan racun dapat menghancurkan manfaat berasal dari keduanya. Sebagai tambahan, suatu porsi peningkatan alur limbah yang berasal berasal dari produk-produk sintetis dan produk-produk yang tidak di rancang untuk gampang di daur-ulang; kudu di rancang lagi agar sesuai dengan proses daur-ulang.
Tanggung Jawab Produsen di dalam Pengelolaan Sampah
Hambatan terbesar daur-ulang, bagaimanapun, adalah umumnya produk tidak di rancang untuk bisa di daur-ulang kecuali udah tidak terpakai lagi. Hal ini gara-gara selama ini para pengusaha hanya tidak mendapat insentif ekonomi yang menarik untuk melakukannya. Perluasan Tanggung jawab Produsen (Extended Producer Responsibility – EPR) adalah suatu pendekatan kebijakan yang menghendaki produsen memanfaatkan lagi produk-produk dan kemasannya. Kebijakan ini beri tambahan insentif kepada mereka untuk mendesain ulang produk mereka agar memungkinkan untuk didaur-ulang, tanpa material-material yang berbahaya dan beracun.
Sampah Bahan Berbahaya Beracun (B3)
Sampah atau limbah berasal dari alat-alat pemeliharaan kesehatan merupakan suatu faktor penting berasal dari sejumlah sampah yang di hasilkan, sebagian di antaranya mahal biaya penanganannya. Namun demikianlah tidak seluruh sampah medis berpotensi menular dan berbahaya. Sejumlah sampah yang di hasilkan oleh fasilitas-fasilitas medis hampir serupa dengan sampah domestik atau sampah kota terhadap umumnya. Pemilahan sampah di sumber merupakan perihal yang paling pas di laksanakan agar potensi penularan penyakit dan berbahaya dari sampah yang umum. Sampah yang secara potensial menularkan penyakit memerlukan penanganan dan pembuangan, dan sebagian teknologi non-insinerator bisa mendisinfeksi sampah medis ini. Teknologi-teknologi ini umumnya lebih murah, secara tehnis tidak rumit dan rendah pencemarannya seumpama di bandingkan dengan insinerator. Banyak style sampah yang secara kimia berbahaya, terhitung obat-obatan, yang di hasilkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan. Sampah-sampah selanjutnya tidak sesuai di insinerasi. Beberapa layaknya merkuri harus di hilangkan, dengan langkah mempengaruhi pembelian bahan-bahan, bahan lainnya bisa di daurulang, selebihnya kudu di satuka dengan hati-hati dan di kembalikan ke pabriknya. Studi kasus perlihatkan bagaimana prinsip-prinsip ini bisa di terapkan secara luas di berbagai tempat, layaknya di sebuah klinik bersalin kecil di India dan rumah sakit umum besar di Amerika. Sampah hasil proses industri umumnya tidak sangat banyak variasinya seperti sampah domestik atau medis, namun umumnya merupakan sampah yang beresiko secara kimia.